
Saya kelahiran Yogya, merantau ke Jakarta lalu ke Surabaya. Dari tempat tinggal di Surabaya, saya sering pergi dinas ke Semarang.
Menurut orang Jakarta, Semarang dan Yogya itu sama-sama Jawa, dan memang iya. Artinya, keduanya kalem-kalem saja. Sedangkan Surabaya itu Jawa, tapi berani nantangin Jakarta terutama dalam hal sepakbola..????
Menurut orang Surabaya, Semarang itu budayanya kurang lebih sama dengan Yogyakarta. Jowo Tengahan iku, kata orang Surabaya. Sama sama kurang pedes sambalnya, sama-sama manis nasi gorengnya dan tehnya dan sate kambingnya pakai bumbu kecap bukan bumbu kacang.
Padahal orang Yogya merasa bahwa Ia merupakan Provinsi tersendiri, bukan Jawa Tengah, dan ketika berbicara lebih halus daripada orang Semarang, budaya keraton (memegang teguh adat Jawa sesuai aturan) yang kental dibandingkan Semarang yang orang pesisir (bercampur pendatang dari luar suku jawa) sama halnya dengan Surabaya.
Orang Semarang lebih spontan daripada orang Yogya, lebih egaliter. Sedangkan orang Yogya spontanitasnya dibatasi oleh unggah-ungguh yang lebih kental, harus melihat yang diajak bicara apakah priyayi atau rakyat biasa maka bahasa yang digunakan akan berbeda.
Klik disini Travel Jogja Semarang Door To Door
Orang Surabaya? Anak muda memakai bahasa ngoko kepada orang tua sangatlah biasa, dan dengan logat yang bisa jadi dianggap lebih kasar oleh orang Yogya. Meskipun masih banyak juga memakai Kromo kepada orang tuanya.
Di Yogya, Ketika seorang anak muda beli nasi pecel kepada Ibu tua, otomatis Ia akan menggunakan bahasa Kromo (madya), lalu Ibu tua si penjual pun balas hormat dengan menggunakam Kromo madya kepada si pembeli yang harus dihormati meskipun Ia lebih muda. Ketika si anak Muda beli pecel lagi di Surabaya, Ia mungkin akan mendapatkan balasan bahasa Jawa Ngoko, karena menurut Ibu Tua penjual pecel, Ia yang lebih tua tidak usah dan tidak perlu memakai Bahasa Kromo kepada anak muda. Apalagi di Surabaya tidak ada tiga tingkatan bahasa yaitu Kromo, Madya, Ngoko; melainkan hanya Ngoko dan Kromo yang belum tentu fasih. Maka si anak muda Yogya ini mengalami gegar budaya. Lebih hebat lagi apabila ternyata si Ibu Tua itu bukan orang Jawa ternyata, melainkan Madura. Tak heran pernah ada status di socmed begini: As*! Bakule ora iso Boso (kromo)! Yaiyalah mas, bakule sanes tiyang jawi!